Jumat, 09 Maret 2012

Speakers Ringing……………


“Diii, dateng gak? Hujan gini nih”
“iyanih, masa iya udah cantik-cantik dandan berangkat trus kehujanan di jalan, ya gak lucu lah”
“nah itu gimana nih? Gue dateng dianter ayah, lo gimana?”
“iyaiya gue usahain dateng deh, tapi telat yee nunggu terang nih”
“beneran lo yah? Jangan biarin gue disana sendirian ya bel, plissss”
“iya iya insyalloh ya neeeeeng..hihihih”
“byeee,see you there”
“byeeeeeeee……..”
Tutuututututututttt. Telepon terputus.
“masa iya sih gue harus berangkat hujan-hujan gini” gerutu Widy.
Sesampainya di tempat acara.
“diiiii lo lamat amat sih, gue keburu garing tau nungguin lo” kesal Astrid.
“uuh hujan tau, lo sih enak ada mobil,nah gue? Masak iya naik becak???Lebih lama dari ini tau nyampenya yaudah gue paksain aja deh berangkat,basah-basah deh nih badan” sahut Widy.
“hehehe yaiyadong, maaap deh yaah,sini peluk deh sini peluk” kata Astrid.
“aaah lo mah maunya aja peluk-peluk orang,eh btw mana nih yang ultah?? Penasaran gue” sahut Widy.
“itu tuh di atas,tuh tuh dia keluar” tunjuk Astrid.
“gilaaaa cantik bener, lo mah kalah haha” kata Widy.
“gue aja kalah apalagi lo hahah” balas Astrid sambil mencubit Widy.
“aah bisa-bisanya lo dasar,eh anterin gue ke kamar mandi yuk gerah nih disini” kata Widy
“eh yuk yuk, gue juga mau benerin rambut nih hahha” kata Astrid.
            Ketika berjalan ke arah luar gedung menuju kamar mandi,
“eh ada Dino tuh hahah kagak nyariin dia lo?” kata Widy.
“SUMPAH LO?? Hidih ogah gue, lo resek banget sih” timpal Astrid.
 Gak berapa lama tiba-tiba,
“ASTRIIIIIIIIIIIIIID” teriak Dino.
“buruan kabur widdd” teriak Astrid sambil menarik tangan Widy.
            Selesai acara mereka semua menydmpatkan diri untuk berfoto-foto dengan teman-teman yang liannya,Widy menemani Astrid sampai ia dijemput oleh ayahnya. Ketika Widy dirumahnya handphonenya berbunyi, dari Astrid.
“diiii gue butuh lo diiii” teriak Astrid sambil menangis di telepon.
“lo kenapa hey? Lo kenapa??? Sini cerita sama gue lo kenapa?” sahut Widy.
“gue barusan ditelpon sama Dino di,dia baru salam langsung gue tutup, eh gak berapa lama dia bbm gue sekalian ngirim voicenote, lo kalo tau voicenote-nya di bikin gue nangis kayak gini di, gue ngerasa bersalah banget sama dia diiii gue nyesel” kata Astrid.
“nah lo juga nih yang salah, dianya baik juga kali mau temenan sama lo, temenan aja kali,gak lebih, iya gue tau lo takut sama dia, itu karna lo gak kenal dia astrid, coba aja lo ngeberaniin diri buat nerima kenalannya dia, semua orang gak musti jahat kok, cuman harus pinter-pinter lo nya aja ngatur temen, pilih-pilih temen juga gak mesti nolak semua kan/ tergantung kitanya aja milih sama mereka yang mau temenan sama kita, orangnya baik apa egak, temenan bukan masalah tampang Astrid, tapi masalah kenyamanan kita ada di samping dia, itu namanya temenan” jelas Widy
“iya gue nyesel wid, gue udah minta maaf sama dia tapi gada respon sama sekali, gue nyesel iya bener itu semua kata lo dii, gue nyesel.”tangis Astrid.
“yaudah lo positif thinking aja kali yah, kali aja dianya lagi kagak ada pulsa kan bisa, atau udah tidur, lo nya juga tidur aja, udah malem gini” kata Widy
“iya wid huu thanks banget yaaah lo emang temen gueeeee” balas Astrid.


Well, yang namanya berteman memang harus pilih-pilih, hal yang aku bilang pilih-pilih adalah kita juga harus bisa menyeleksi orang, mana yang bisa jadi teman kita atau bahkan teman terbaik kita atau juga bisa jadi musuh kita. Hidup itu adil kawan, disuatu sisi banyak orang yang sayang sama kita, disisi lain juga banyak orang yang benci sama kita, tergantung kitanya aja sih menurut aku untuk mencintai mereka yang sayang sama kita atau pun ikut-ikut membenci orang yang membenci kita, hey! Luangkan waktu untuk orang yang kita cintai teman, mereka yang membenci kita termasuk “orang yang mencintai kita secara diam-diam”. Teman adalah segalanya buat aku,seperti saudara, mereka ada disaat aku butuhkan dan aku selalu berusaha ada ketika mereka membutuhkanku J -DINDAAAAA

Aku dan Masa Depan

Aku dan Masa Depan. Bicara tentang masa depan, otakku seakan-akan  terpenuhi oleh jejalan rencana hidup ke depan. Yang diinginkan semua orang adalah sukses. Semua orang pasti ingin sukses termasuk juga aku. Aku yang sekarang masih duduk di bangku sekolah menengah atas memiliki rencana hidup yang hampir diingini oleh semua orang, sukses. Ya, semua orang mengiinkannya. Sukses sekolah, sukses pekerjaan, sukses kehidupan keluarga, dan sukses-sukses lainnya. Akan tetapi keinginan untuk mencapai semua itu membutuhkan banyak pengorbanan. Terlebih melihat kondisiku yang sekarang, aku merasa gagal dalam semua mata pelajaran di sekolah. Tetapi aku pun tak patah arang untuk hal yang satu ini, aku, yang sampai saat ini masih menyemangati diriku sendiri untuk menjadi yang lebih baik dari yang lalu, semangat belajar, serta memotivasi diri sendiri supaya apa yang aku inginkan tercapai dengan hasil jerih payahku sendiri. Melihat banyak orang yang sukses disekitarku semakin membuatku termotivasi untuk menjadi seperti mereka. Setelah lulus SMA ini aku berencana untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi negeri dengan mengambil jurusan gizi atau kesehatan masyarakat. Kedua orang tuaku mendukungku untuk memilih salah satu dari kedua jurusan tersebut, yang mereka katakan adalah “orang tua hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anaknya, urusan berhasil atau tidaknya tergantung dari motivasi anak itu sendiri untuk selalu berusaha atau tidak untuk mencapai apa yang diinginkannya”. Itu yang selalu terngiang di pikiranku. Untuk masalah pekerjaan, yang aku inginkan adalah menjadi ahli gizi di badan-badan usaha milik pemerintah, ditempatkan dimana pun aku iya saja, berarti aku memang diperlukan di tempat tersebut. Itulah rencana kenginanku di masa depan yang sampai saat ini kau masih berusaha untuk mencapainya.


DINDAAAAAA
05 /XII AKSELERASI

Masa Kelas Senior

   Beberapa tahun belakangan, aku tak bisa membayangkan akan menjadi orang seperti yang sekarang ini. Jika menengok ke belakang, aku ingat betapa aku mengagumi orang-orang seusiaku sekarang. Anak-anak kelas senior semuanya keren. Ketua OSIS yang sudah kelas 3 memberi pengumuman dengan lantang. Bak raja hutan mengaum. Mereka sangat percaya diri. Seperti memiliki cita-cita setinggi langit. Saat anak kelas senior pulang sekolah, gerbang seperti diserbu bom yang akan siap meledak. Sangat menyenangkan semangat anak kelas senior. Aku tak sabar ingin duduk di kelas senior, menjadi persisi seperti mereka. Rasanya seperti dalam mimpi kalau aku bisa menjadi seperti itu. Di mataku, mereka terlihat begitu sempurna. Segala sesuatu pasti beres buat mereka. Mereka punya kendaraan yang bagus, bermain dengan sempurna, dan akan lulus. Ini tidak hanya berlaku untuk satu angkatan tertentu saja, tetapi berlaku untuk semua angkatan kelas senior. Aku mengamati angkatan di atasku memetik giliran untuk duduk di kelas 3. Setiap hari aku melangkah lebih dekat, tapi tak pernah benar-benar percaya bahwa suatu saat nanti aku akan sampai di sana juga.
Sekarang, setelah aku duduk di kelas senior, rasanya tetap seperti mimpi. Rasanya tidak seperti yang kubayangkan. Memang, anak kelas senior tidak ada bedanya dengan murid-murid lain. Kami semua masih suka stres memikirkan nilai ulangan, dan menyadari bahwa memiliki kendaraan selalu diiringi oleh janggung jawab yang besar, dan bahwa bermain olahraga hanyalah segelintir kegiatan untuk murid yang berbakat saja. Ibu dan Ayah masih menganut aturan memberlakukan jam malam, dan kami masih tetap merasa sering tersesat di dunia, sama seperti beberap atahun yang lalu. Gagasan meninggalkan rumah yang nyaman dan kuliah di universitas luar kota ternyata tidak semenarik dulu. Tapi aku tetap bertekad dalam diri, maju terus pantang mundur adalah pedomanku selama ini untuk membangkitkan semangat. Sekarang terasa seperti mimpi yang menakutkan. Kuliah memang sesuatu yang kuinginkan, tetapi juga kutakuti. Jika aku tidak belajar, maka, sesuatu yang sia-sia tidak akan terwujud, seperti cita-citaku.
                Aku masih dalam keadaan syok. Tubuhku terasa bimbang. Aku jadi bertanya-tanya, kapankan aku akan mencapai kehidupan impian ini. Mau tak mau aku memeprtanyakan seperti apa sebenarnya anak-anak kelas senior 3 tahun yang lalu itu? Apakah mereka memang percaya diri seperti yang kuduga? Ataukah aku mengagumi orang-orang yang sebenarnya sama saja denganku? Aku bertanya-tanya apakah anak-anak di bawahku mengagumi  kami, murid kela senior, seperti aku dulu?
                Apakah aku akan menjalani seluruh hidupku dengan menunggu mencapai satu titik tertentu, memebayangkan hidupku akan sempurna saat aku tiba di titik tersebut, lalu ternyata keadaannya tidak seperti itu? Tapi, aku yakin akan satu hal, tumbuh dewasa itu menakutkan. Dulu kusangka anak kelas senior tak pernah takut, tetapi sebenarnya takut juga. Aku lebih takut sekarang daripada rasa takut yang aku rasakan dulu. Aku takut tak akan ada lagi orang yang menyelamatkan diriku ketika aku jatuh, atau mengatakan bahwa ini hanyalah masalah sepele. Aku tak bisa hanya berpura-pura sudah dewasa. Kelak, suatu saat nanti aku akan dewasa dengan sendirinya.
 DINDAAAAAA
05/XII Akselerasi